Jumat, 15 Juli 2016

Apa Iya, Mitos Larangan untuk Ibu Hamil Itu Benar?



Bahagia mendapat kabar kehamilan?

www.duniakebidanan.com
Dalam sebuah keluarga, kedatangan si kecil memang selalu ditunggu. Membayangkan tingkahnya yang lucu dan menggemaskan saja sudah tidak sabar rasanya ingin tertawa bahkan sampai menangis.

Namun, menjadi ibu hamil ataupun calon ayah itu ternyata gampang-gampang susah. Ini menyoal sederet panjang larangan yang diawali kata ‘jangan’ dan selalu mengandung kata ‘katanya’. Entah kata siapa, yang jelas larangan tersebut dari yang semula mitos menjelma menjadi semacam kebenaran sejati.

Larangannya macam-macam, biasanya bergantung budaya dan daerah masing-masing di Indonesia. Misalnya,
adanya larangan untuk tidak menyembelih binatang, yang katanya bisa membuat fisik si anak seperti binatang yang disembelih. Lalu, makan berpiring cobek, yang katanya bisa menyebabkan si anak bermulut lebar. Lain-lain seperti, mengalungkan handuk di leher, keluar saat menjelang maghrib, memberi atau menerima sesuatu dengan melintasi pintu, dan lain sebaginya.

Entah kata siapa, bermula dari siapa, yang jelas ‘katanya’.

Lucunya, banyak calon ibu dan ayah yang awalnya—ketika masih belum menikah sampai dengan belum ada kehamilan anak pertama—tidak percaya atau bahkan menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang ‘konyol’, tiba-tiba menjadi patuh dan sangat menjaga untuk tidak melakukan larangan itu.

Nah, bagaimana dengan Anda? Percayakah Anda dengan larangan-larangan tersebut?

Kalau menurut nenek saya, yang ketika itu juga menginformasikan sejumlah larangan untuk ibu hamil kepada saya, beranggapan bahwa sebenarnya percaya tak percaya. Percaya kok ya konyol memang, tidak percaya kok ya beberapa kali kejadian. Nenek juga berpesan bahwa cukuplah larangan itu saya ketahui dan tidak perlu disampaikan kepada anak saya kelak.

Nah, masih menurut nenek, sebetulnya mungkin yang membuat mitos-mitos itu menjadi kenyataan bukanlah karena dilanggar, melainkan karena sakit hati yang dirasakan orang tua. Maksudnya begini, biasanya orang yang tidak percaya dengan mitos itu akan tertawa bahkan menyanggahnya dengan sangat saat mendengar imbauan itu dari orang tuanya. La, karena respons itu orang tua menjadi sakit hati dan akhirnya terjadilah.

Harusnya, jika memang tidak percaya, cukuplah didengarkan imbauan dari orang tua dengan khidmat. Jika memang nantinya tidak dilakukan, ya sudah. Tetaplah bersikap sopan dan hargailah imbauan tersebut sebagai bentuk kepedulian dan kasih sayang dari orang tua.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar