Susahnya Menjadi Manusia
Menjadi
manusia memang berkah tersendiri. Bisa berbahasa, berpikir, berkehendak
bebas, bereksistensi, dan lain sebagainya. Bahkan kata Sartre hanya
manusia yang dapat melampaui diri sendiri. Ya, tidak punya sayap untuk
terbang, bisa buat pesawat. Gedung yang tingginya mau mendobrak langit,
yang buat juga manusia. Juga menyelam sedalam-dalamnya tanpa khawatir
kehabisan napas.
Tapi,
terasakah oleh Anda bahwa menjadi manusia itu bukanlah hal mudah?
Tidak boleh sombong, tidak boleh dendam, dan tidak boleh lainnya yang
sebetulnya cukup asyik untuk dilakukan.
Kemeruh
Nah,
satu hal yang sering kita lakukan (sadar atau tidak) adalah 'kemeruh'
atau 'sok tahu'. Faktanya, menjadi orang serba tahu memang menyenangkan.
Merasa sangat dibutuhkan, diinginkan, dinanti, dan memiliki pengaruh
besar. Beeeh, seolah apa yang dikata sudah seperti sabda saja (benar salah dianggap benar).
Cuman,
di dunia ini lebih banyak orang yang sok tahu ketimbang yang serba
tahu. Tidak percaya? Coba Anda amati orang di sekitar Anda atau minimal
diri Anda sendiri. Selama ini lebih banyak menyalahkan atau
mengingatkan? Rasanya lidah jadi gatal sendiri, kebelet ingin bilang,
"Loo ya nggak gitu", "Salah itu!", dan ungkapan lainnya saat kita
mendengar hal yang tidak sejalan dengan yang kita pikirkan atau kita
ketahui.
Menyaingi Tuhan
Pertanyaannya, emang
pengetahuan kita sudah seberapa tinggi? Valid tidak? Yakin pendapat
kita yang terbenar? Wah, kalau Anda termasuk orang yang gemes ingin
mematahkan pendapat orang yang 'nyeleneh' dari pandangan Anda, mungkin
sudah waktunya Anda mengakhawatirkan diri sendiri.
Mengapa
demikian? Ya, jika dibiarkan, mulut dan hati Anda akan begitu mudahnya
menilai orang lain yang notabene 'tidak Anda kenal'. Padahal untuk bisa
menilai seseorang, kita harus mengenal hatinya, bukan hanya nama atau
perilakunya. Sedangkan yang bisa tahu bagaimana hati manusia sejatinya
hanyalah Tuhan.
Mau
sampai kapan jadi manusia yang sok tahu? Mau sampai menyaingi Tuhan?
Nah, memangnya kita punya apa? Bukankah semua yang ada pada diri kita,
Tuhan yang punya? La gitu kok sombongnya selangit (ha ha, ngomeli diri sendiri).
Menjadi Manusia
Seyogyanya,
manusia akan lebih mulia jika menjadi manusia. Orang dengan seabrek
ilmu dan pengetahuan akan lebih banyak mendengarkan ketimbang berbicara,
lebih banyak maklum ketimbang marah-marah, lebih banyak membetulkan
daripada menyalahkan.
Manusia
sesungguhnya tidak menganggap dirinya lebih rendah atau lebih tinggi,
akan menghormati manusia jenis apapun. Yang lebih tua dihormati karena
telah beribadah dan berbuat kebaikan lebih dahulu. Yang lebih muda juga
dihormati karena tidak berbuat dosa dan kerusakan lebih dahulu.
Jika semua manusia bisa menjadi manusia sejati, kedamaian bukan lagi mimpi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar