Senin, 11 Juli 2016

Susahnya Menjadi Manusia


Menjadi manusia memang berkah tersendiri. Bisa berbahasa, berpikir, berkehendak bebas, bereksistensi, dan lain sebagainya. Bahkan kata Sartre hanya manusia yang dapat melampaui diri sendiri. Ya, tidak punya sayap untuk terbang, bisa buat pesawat. Gedung yang tingginya mau mendobrak langit, yang buat  juga manusia. Juga menyelam sedalam-dalamnya tanpa khawatir kehabisan napas.
Tapi, terasakah oleh Anda bahwa menjadi manusia itu bukanlah hal  mudah? Tidak boleh sombong, tidak boleh dendam, dan tidak boleh lainnya yang sebetulnya cukup asyik untuk dilakukan.

Kemeruh

Nah, satu hal yang sering kita lakukan (sadar atau tidak) adalah 'kemeruh' atau 'sok tahu'. Faktanya, menjadi orang serba tahu memang menyenangkan. Merasa sangat dibutuhkan, diinginkan, dinanti,  dan memiliki pengaruh besar. Beeeh, seolah apa yang dikata sudah seperti sabda saja (benar salah dianggap benar).
Cuman, di dunia ini lebih banyak orang yang sok tahu ketimbang yang serba tahu. Tidak percaya? Coba Anda amati orang di sekitar Anda atau minimal diri Anda sendiri. Selama ini lebih banyak menyalahkan atau mengingatkan? Rasanya lidah jadi gatal sendiri, kebelet ingin bilang, "Loo ya nggak gitu", "Salah itu!", dan ungkapan lainnya saat kita mendengar hal yang tidak sejalan dengan yang kita pikirkan atau kita ketahui.

Menyaingi Tuhan

Pertanyaannya, emang pengetahuan kita sudah seberapa tinggi? Valid tidak? Yakin pendapat kita yang terbenar? Wah, kalau Anda termasuk orang yang gemes ingin mematahkan  pendapat orang yang 'nyeleneh' dari pandangan Anda, mungkin sudah waktunya Anda  mengakhawatirkan diri sendiri.
Mengapa demikian? Ya, jika dibiarkan, mulut dan hati Anda akan begitu mudahnya menilai orang lain yang notabene 'tidak Anda kenal'. Padahal untuk bisa menilai seseorang, kita harus mengenal hatinya, bukan hanya nama atau perilakunya. Sedangkan yang bisa tahu bagaimana hati manusia sejatinya hanyalah Tuhan.
Mau sampai kapan jadi manusia yang sok tahu? Mau sampai menyaingi Tuhan? Nah, memangnya kita punya apa? Bukankah semua yang ada pada diri kita, Tuhan yang punya? La gitu kok sombongnya selangit (ha ha, ngomeli diri sendiri).
Menjadi Manusia
Seyogyanya, manusia akan lebih mulia jika menjadi manusia. Orang dengan seabrek ilmu dan pengetahuan akan lebih banyak mendengarkan ketimbang berbicara, lebih banyak maklum ketimbang marah-marah, lebih banyak membetulkan daripada menyalahkan.
Manusia sesungguhnya tidak menganggap dirinya lebih rendah atau lebih tinggi, akan menghormati manusia jenis apapun. Yang lebih tua dihormati karena telah beribadah dan berbuat kebaikan lebih dahulu. Yang lebih muda juga dihormati karena tidak berbuat dosa dan kerusakan lebih dahulu. 
Jika semua manusia bisa menjadi manusia sejati, kedamaian bukan lagi mimpi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar