Selasa, 26 Juli 2016

Jangan Bunuh Anak Anda dengan Perkataan Kasar

Tahukah Anda bahwa 78.3% anak yang menjadi pelaku kekerasan, sebagian besar di antaranya pernah menjadi korban kekerasan atau pernah melihat kekerasan dilakukan kepada anak lain lalu menirunya?

Dan tahukah Anda bahwa 62% kasus kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan keluarga dan sekolah, sedangkan selebihnya terjadi di lingkungan masyarakat? 


Pada 23 Juli 2016 lalu, diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Hampir semua pihak berharap agar kekerasan terhadap anak harus dihindari. Baik kekerasan fisik maupun psikologis. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa kekerasan anak selalu meningkat setiap tahun. Hasil pemantauan KPAI dari 2011 sampai dengan 2014, terjadi peningkatan yang sifnifikan.

“Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus,” kata Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti kepada Harian Terbit, Minggu (14/6/2015). Sementara itu, pada tahun 2015 kekerasan yang terjadi pada anak mencapai 6006 kasus. 

Kekerasan tersebut justru banyak terjadi ketika anak berada di lingkungan keluarga dan sekolah. Artinya,  pelaku kekerasan anak kebanyakan justru orang yang dekat dengan anak.

Merasa Berhak Memukul Anak


Hampir semua orang tua akan marah jika mengetahui anaknya dipukul orang lain. Jangankan dipukul, mendengar anaknya dicaci saja langsung tidak terima tanpa mempedulikan duduk perkara. Misalnya, kasus guru di Sidoarjo yang dilaporkan orang tua siswa karena mencubit anaknya.

Tapi lucunya, banyak orang tua yang merasa berhak memukul anaknya dengan alih-alih mendidik. Dan akan memukul lagi jika si anak ‘nakal’ lagi. Ujung-ujungnya banyak kasus kekerasan anak hingga membuat si anak mengalami luka serius bahkan meninggal yang dilakukan oleh orang tua, keluarga, atau orang terdekat lainnya. Ini karena rasa ‘berhak’ atas diri anak. Padahal setiap anak memiliki karakter dan minat tersendiri yang mungkin saja sangat berbeda dengan orang tua atau kerabatnya.

Terbiasa Melakukan Kekerasan Verbal


Satu jenis kekerasan yang dianggap biasa dan bukan sebagai kesalahan adalah kekerasan verbal. Mulai dari cacian, hinaan, dan perkataan kasar lainnya sering terdengar dari seorang ibu atau bapak kepada anaknya, juga guru kepada siswanya. Karena kekerasan verbal ini tidak membuat fisik anak tampak terluka, banyak pihak yang secara sadar atau tidak sadar melakukannya pada anak. 

Padahal, sebetulnya ketika seseorang menerima kekerasan verbal, alam bawah sadar dan psikologinya tersakiti. Bahkan bisa membuatnya berpikir untuk bunuh diri. Gary Manie, dari Workplace Bullying Institute, Idaho menyatakan bahwa kekerasan verbal yang dilakukan dalam waktu lama dapat membuat otak dipenuhi hormon glucocorticoids, yakni salah satu hormon stres yang membuat seseorang memikirkan hal negatif dan sulit mengambil keputusan tepat, salah satunya dengan bunuh diri. 

Dampak dari kekerasan verbal memang tidak langsung tampak. Namun, kekerasan tersebut bisa memicu sifat dan sikap negatif pada anak yang jika dibiarkan akan menjelma menjadi karakter anak, misalnya penakut, pendiam, pembohong, dan lain sebagainya.

Anak yang menerima kekerasan verbal, kemungkinan akan mengulangi dan melakukannya kepada anaknya kelak saat sudah dewasa. Jangan biarkan karakter baik dalam diri anak Anda tidak terasah dan hilang karena kekerasan verbal yang Anda lakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar